Pages

Friday 27 September 2019

Asap Kapitalisme Menyesakkan Nafas Negeri Penstabil Atmosfer



Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih berlangsung di Sumatra dan Kalimantan. Sejumlah kota diselimuti kabut asap. Di Pekanbaru, Tarakan, kabut asap semakin parah. Di Palembang, bahkan telah memakan korban jiwa. Ini hanya secuil dari kota-kota yang belakangan ini memiliki kualitas u

dara berbahaya akibat kabut asap yang berhulu dari kebakaran hutan dan lahan.

Musim kemarau yang berlangsung sekian lama telah di manfaatkan oleh para mafia lahan. Kasus ini sudah berkali kali terjadi tanpa adanya perbaikan.

Kasus kebakaran ini sangat ironis bagi Indonesia. Negara kita ini di kenal sebagai negeri paru-paru dunia. Bukan tanpa alasan seluruh dunia menyebut indonesia sebagai negara yang berandil sebagai paru paru dunia.

Indonesia adalah negeri yang memiliki kekayaan hutan hujan tropis dan memiliki curah hujan yang tinggi.



Alloh memberikan begitu kenikmatan yang melimpah di Indonesia, yang tidak di miliki oleh sekian banyak negara negara di penjuru dunia. 

Dengan hutan hujan tropis ini, Indonesia memiliki keaneka ragaman hayati. Flora dan fauna yang ada begitu berguna bagi seluruh aspek kebutuhan manusia, Aspek ekonomi,  farmasi, sosial budaya, bahkan politis. Sebagai salah satu "pabrik penghasil" oksigen inilah hutan-hutan di Indonesia mampu membantu menstabilkan atsmofer dunia.

Namun ternyata kenyataan tersebut bukanlah hal yang membuat rakyat kita bersyukur dengan menjaga dan memeliharanya. Inilah kenyataan pahit dimana karunia yang telah di berikan oleh Alloh secara gratis namun di sia siakan secara brutal atas nama kepentingan semata. 



Sejatinya kebakaran ini tak bisa dilepaskan dari sistem kebijakan yang menanungi negeri ini. Kondisi kebakaran hutan dan lahan yang berimbas ke ranah domestik hingga luar negeri menyebabkan pemerintah Indonesia terpojok. Lambatnya respon dan penanganan dari pemerintah pusat telah membuat korban kabut asap menjadi jengah.

Inilah musibah sistemis ideologis. Dan ternyata akarnya memang ideologis. Yakni ideologi kapitalisme liberal yang meyakini bahwa distribusi barang dan jasa yang terbaik adalah yang menyerahkan semuanya pada mekanisme pasar.



Negara hanya berperan sebagai regulator, sedangkan sisanya menjadi tanggung jawab swasta. Tentu swasta yang hanya berorientasi kepada uang tidak memikirkan berbagai dampak kerusakan lingkungan dan juga banyak memakan korban.

Selain menjaga tumbuh-tumbuhan, hewan juga makhluk Allah yang memiliki hak-hak. Dikisahkan dari riwayat Imam Muslim, Abu Hurairah pernah mendengar cerita Nabi SAW, sesungguhnya pernah ada seekor semut menggigit salah seorang nabi.

Nabi tersebut lalu menyuruh untuk mendatangi sarang semut dan dibakarnya. Rupanya, sikap nabi itu tidak sesuai. Allah kemudian menurunkan wahyu kepadanya, "Apakah hanya gara-gara seekor semut menggigitmu lantas kamu akan membinasakan suatu umat yang selalu bertasbih?"

Kisah serupa dituturkan Abdullah Ibnu Mas'ud, ketika para sahabat berjalan bersama Rasulullah. Mereka melewati sebuah sarang semut yang telah dibakar. Rasulullah marah dan bersabda, "Sungguh tidak pantas manusia menyiksa dengan azab Allah SWT."

Mengapa manusia begitu keji memberantas tumbuhan yang bahkan dari pepohononan tersebut mereka bisa bernafas dengan bebas. Menghirup oksigen yang segar. Tidak kah manusia juga tahu, bahwa pohon-pohon yang mereka hanguskan tersebut juga bertasbih kepada Alloh. 

Kebakaran hutan yang terjadi saat ini akan terus berulang jika sistem negeri kita masih mengusung sistem yang bertumpu pada Sistem kapitalisme yang akan terus memakan korban-korban. 

No comments:

Post a Comment