Pages

Thursday 3 August 2017

Ketika Sang Kekasih Telah Meminta


Hari raya kurban atau biasa kita sebut Idul Adha yang kita peringati tiap tahun tak bisa terlepas dari kisah Nabi Ibrahim sebagaimana terekam dalam Surat ash-Shaffat ayat 99-111. Meskipun, praktik kurban sebenarnya sudah dilaksanakan putra Nabi Adam yakni Qabil dan Habil. Diceritakan bahwa kurban yang diterima adalah kurban Habil bukan Qabil. Itu pun bukan daging atau darah yang Alloh terima namun ketulusan hati dan ketakwaan dari si pemberi kurban. 


”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Alloh, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Alloh telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Alloh terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”(Al-Hajj (22): 37) 


Kendati sejarah kurban sudah berlangsung sejak generasi pertama umat manusia, namun syariat ibadah kurban dimulai dari cerita perintah Alloh kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail ‘alaihissalâm. Seorang anak yang ia idam-idamkan bertahun-tahun karena istrinya sekian lama mandul. Alloh lalu memberi kabar gembira dengan anugerah kelahiran seorang anak yang amat cerdas dan sabar. Hanya saja, ketika anak itu menginjak dewasa, Nabi Ibrahim diuji dengan sebuah mimpi. Kisah ini dapat dilihat pada surat ash-Shaffat ayat 99-111

Ia berkata, "Wahai anakku, dalam tidur aku bermimpi berupa wahyu dari Alloh yang meminta aku untuk menyembelihmu. Bagaimana pendapat kamu?" Anak yang saleh itu menjawab, "Wahai bapakku, laksanakanlah perintah Robbmu. Insya Alloh kamu akan dapati aku termasuk orang-orang yang sabar." 

Tatkala sang ayah dan anak pasrah kepada ketentuan Alloh, Ibrâhîm pun membawa anaknya ke suatu tumpukan pasir. Lalu Ibrâhîm membaringkan Ismail dengan posisi pelipis di atas tanah dan siap disembelih. Atas kehendak Alloh, drama penyembelihan anak manusia itu batal dilaksanakan. Alloh berfirman : “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”

Sungguh luar biasa pelajaran yang dapat dipetik dari kisah nabi Ibrahim dan keluarga nya, dengan kesabaran, kerelaan dan ketaatan kepada Alloh lah semua ujian itu terlewati. Oleh sebab itu Nabi Ibrahim pun dijuliki dengan “khalilullah” (kekasih Allah). Ia rela memberikan apapun yang berharga kepada kekasihnya. Karena kekasihnya yaitu Allah swt adalah segalanya. mendapat ujian berat pada saat rasa bahagianya meluap-luap dengan kehadiran sang buah hati di dalam rumah tangganya setelah menanti bertahun tahun. Lewat perintah menyembelih Ismail, Alloh seolah hendak mengingatkan Nabi Ibrahim bahwa anak hanyalah titipan. Anak betapapun mahalnya kita menilai tak boleh melengahkan kita bahwa hanya Allohlah tujuan akhir dari rasa cinta dan ketaatan. 

Sementara Nabi Ismail, meski usianya masih belia, mampu membuktikan diri sebagai anak berbakti dan patuh kepada perintah Robbnya. Yang menarik, ayahnya menyampaikan perintah tersebut dengan memohon pendapatnya terlebih dahulu, dengan tutur kata yang halus, tanpa unsur paksaan. Atas dasar kesalehan dan kesabaran yang ia miliki, ia pun memenuhi panggilan Robbnya. Ia rela untuk disembelih oleh ayahnya sendiri jika itu perintah dari Alloh seorang anak muda yang begitu pasrah akan takdirnya di tangan Alloh.

Dan tak kalah penting adalah peran pendidikan dari seorang ibu yang mendidik anak nya seorang diri saat ditinggal oleh suaminya untuk berdakwah. Yaitu Hajar wanita hebat dan sholehah yang mampu membentuk seorang anak yang takut akan Robb nya, berbakti kepada orang tua nya. Inilah seharusnya peranan para orang tua atau khusus nya ibu yang harus benar dalam mendidik anak nya kelak dan menjadi generasi yang terbaik. 

Secara pengertian sendiri Kurban idul adha diambil dari bahasa Arab, yaitu qaruba, yaqrabu, dan qurban wa qurbaanan di mana artinya adalah mendekati atau menghampiri. Sementara itu, arti kata qurban secara harfiah berarti hewan sembelihan yang diambil dari kata udhhiyah atau dhahiyyah. Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)

Sebagaimana arti kata qurban yang bermakna dekat kepada Alloh, maka hakikat kurban adalah mendekatkan diri kepada Alloh dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Karena itu, makna qurban dalam pengertian Islam adalah bentuk pendekatan diri kita kepada Alloh melalui lantaran hewan ternak yang dikurbankan atau disembelih. Dengan begitu, kita merelakan sebagian harta kita yang sebetulnya milik Alloh untuk orang lain. Ini menjadi bagian dari ketaatan kita kepada Alloh. Syaratnya, dalam qurban kita harus benar-benar untuk mencari ridha Alloh, bukan untuk yang lain.

Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Alloh melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)

Keutamaan berkurban sangatlah besar bagi setiap muslimin. Ia dapat berbagi kebahagiaan kepada saudara-saudara yang lain yang membutuhkan. Sungguh islam merupakan agama yang indah. Kurban menurut mayoritas ulama adalah Sunnah Mu’akkadah (ditekankan) dan ada yang mengatakan berkurban adalah wajib bagi yang berkecukupan. Namun dengan perselisihan tersebut para ulama menasehati untuk berkurban jika memang ia sanggup karena hal itu merupakan pahala yang besar di hadapan Alloh SWT.

Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu. Dalilnya adalah firman Alloh yang artinya, “Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Alloh atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34)

begitulah beberapa ketentuan yang islam perintahkan dalam hal berkurban. kita tahu bahwa dalam segala aspek nya dan sekecil apapun, Islam telah mengatur segala ketentuan nya. itulah tanda sayang Nya Alloh kepada hamba nya.

Marilah ikhwah fillah Sudah seharusnya kisah-kisah yang terdapat pada Al Quran menjadi pelajaran bagi umat-umat sesudahnya. Berkurban memiliki banyak faedah nya. Jadikan momentum hara raya kurban ini untuk lebih mendekatkan diri kepada Alloh SWT dan sebagai bahan renungan agar nilai-nilai ketaatan dan ketaatan semakin meningkat. Wallahualam bishowab.

1 comment: